Alamut Story - Part 16

Projek Alamut
3 min readDec 23, 2023

--

Halima merasa nyaman, tapi dia ingin pergi dari sana.

"Bisakah kita pergi saja?" pintanya.

Mereka tertawa, tapi terpenuhi.

"Janganlah takut," Miriam memarahinya. "Semua yang kami lakukan seharusnya dapat menjelaskan bahwa kami semua menyukaimu."

"Apakah kau memiliki hewan lain?"

"Banyak. Dalam salah satu kebun kami memiliki seluruh hewan di kebun binatang. Tapi, kita memerlukan perahu untuk sampai kesana, jadi suatu ketika kau memiliki waktu luang, kau bisa meminta Adi atau Mustafa untuk membawamu kesana."

"Pastilah menyenangkan. Apakah tempat yang kita tinggali ini sangat besar?"

"Sangat besar. Kau bisa mati kelaparan jika kau tersesat."

"Ya Tuhan. Aku tidak akan kemana-mana sendirian lagi."
"Sebenarnya tidak mengerikaaan seperti itu. Taman ini sebenarnya sebuah pulau yang dikelilingi oleh sungai di satu sisi dan parit pada tiga sisi lainnya. Tempat ini sebenarnya tidak begitu besar. Jadi, jika kau pergi tetapi tidak melewati aliran air apapun, kau tidak akan tersesat. Tapi di sana, di bagian bawah tebing yang berbatu, terdapat hutan dengan macan tutul liar."

"Dari mana kau mendapatkan Ahriman yang begitu lembut dan jinak?"

"Dari hutan itu. Beberapa waktu yang lalu ia masih seperti seekor anak kucing. Kami memberinya makan dengan susu kambing, dan bahkan sekarang kami tidak memberinya makan daging, sehingga ia tidak menjadi liar. Mustafa lah yang membawanya untuk kami."

"Aku tidak kenal Mustafa."

"Dia orang yang baik, seperti semua Kasim kami. Ia sering dipercaya menjadi pembawa obor bagi seorang pangeran yang terkenal. Itu pekerjaan yang sangat berat, jadi ia memilih untuk kabur. Dia dan Moad adalah penjaga tanaman. Tapi, sekarang sudah saatnya kembali ke kelas. Fatima dan Zulaika akan melatih kita bermain musik dan bernyanyi."

"Oh, aku suka itu!"

Menyanyi dan pelajaran musik adalah pengalih perhatian yang menyenangkan untuk anak-anak. Miriam memberi mereka kebebasan penuh. Pelajarannya pun beragam. Sekali waktu mereka akan bermain seruling Tartar, memekik harpa dan kecapi, memetik ringan gitar Mesir, menulis dan menyanyikan lagu-lagu lucu, saling mengkritik dan berdebat, sementara Fatima dan Zulaika akan mencoba dengan susah payah untuk menarik perhatian mereka. Mereka tertawa, saling bercerita, dan menikmati kebebasan mereka.

Sara sekali lagi, menempel Halima. "Kau sedang jatuh cinta dengan Miriam. Aku melihatnya. Kau tidak bisa menyembunyikannya dariku. Aku bisa melihat kedalam hatimu."

"Jadi, apa maksudmu?"

Air mata menggenang di mata Sara. "Kau bilang kau akan menyukaiku."

"Aku tidak menjanjikan apa-apa."

"Bohong! Ada alasan kenapa aku sangat mempercayaimu."

"Aku tidak ingin membicarakan hal ini lagi."

Keadaan menjadi tenang, dan baik Sara maupun Halima saling berhadapan dan mendengarkan. Fatima telaah mengambil gitar untuk menunjukkan kemampuannya, kemudian ia mulai menyanyi. Indah. Lagu-lagu nostalgia yang penuh kerinduan.

Halima terpesona. "Kau harus menuliskan kata-kata itu untukku,'" katanya kepada Sara.

"Akan kulakukan, jika itu membuatmu menyukaiku."

Dia berusaha semakin mendekat, tapi Halima mendorongnya menjauh.

"Jangan ganggu aku. Aku harus mendengar ini."

Setelah pelajaran, mereka tetap tinggal di dalam kelas. Masing-masing mengerjakan tugas masing-masing. Beberapa terlihat sedang menjahit atau menenun, sedangkan yang lain mengerjakan karpet besar, setengah jadi atau kembali meneruskan pekerjaanya. Sedangkan, yang lain mendorong beberapa alat pintal berukiran indah ke lorong, duduk pada alat itu, dan mulai memintal. Mereka kemudian mulai mengobrol tentang hal-hal biasa, tentang kehidupan mereka sebelumnya, tentang laki-laki dan tentang cinta. Miriam mengawasi mereka, berjalan di tengah-tengah mereka dengan tangan di belakang punggungnya.

Halima memikirkan sosok Miriam. Dia belum memiliki karya untuk dikerjakan. Dia memilih untuk mendengarkan satu percakapan, lalu yang lain, sampai akhirnya pikirannya terfokus pada Miriam. Jika Miriam dan Sayyidina memiliki kedekatan, apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Ketikaa ia berada di Harem, apakah dia juga melakukan hal-hal yang telah dijelaskan Apama? Dia tidak mempercayai hal itu. Dia mencoba mengusir pikiran buruk dan menyakinkan dirinya sendiri bahwa itu tidak mungkin benar.

Makan malam sudah disediakan tepat sebelum matahari terbenam, maka mereka pergi kesana dengan berjalan. Tiba-tiba, kegelapan menyelimuti kebun, dan bintang pertama terlihat bersinar di atas mereka.

Halima berjalan menyusuri jalan sambil bergandengan tangan dengan Sara dan Zainab. Mereka bercakap-cakap dengan setengah berbisik. Sua jeram terus mendekat seperti suara alien menakutkan yang tidak berjarak di depan mereka. Halima merasakan denyut emosi, pahit dan manis pada saat yang sama.

Ia merasa seolah-olah dirinya adalah makhluk kecil yang tersesat dalam dunia magis yang aneh. Semua orang melihatnya sebagai sosok misterius, terlalu banyak sehingga sulit baginya untuk memahaminya.

Seberkas cahaya berkedip-kedip melalui belukar. Api kecil mulai bergerak, dan Halima diam-diam menempel temannya.

#To-be-continue

Previous | Next

–**Credit**--

Ditulis pada: Sabtu, 23 Desember 2023

Halaman: 47 - 49

--

--

Projek Alamut
Projek Alamut

No responses yet