Alamut Stories - Part 3

Projek Alamut
3 min readNov 24, 2023

--

Dari belakangnya terlihat seekor kucing kekuningan datang berlari keluar, luar biasa besar, dengan kaki yang luar biasa panjang. Pemandangan itu menangkap perhatian Halima. Kucing itu mengeluarkan suara mengancam pelan.

Halima berteriak ketakutan dan menempel pada pelindungnya, yang mencoba menghiburnya.

"Jangan takut pada Ahriman kami. Dia memang seekor macan tutul, tapi dia sejinak domba dan tidak akan membahayakan siapa pun. Ketika ia terbiasa denganmu, kalian berdua akan menjadi teman baik."

Si penjaga kemudian memanggil hewan itu untuk datang dan memegang lehernya. Dia berbicara pada hewan itu sampai ia berhenti menggeram dan tidak lagi menyeringai.

"Lihat, dia kini telah jinak. Setelah kau berganti pakaian, dia akan memperlakukanmu sebagai keluarga. Sekarang, belailah ia sehingga ia akan terbiasa denganmu. Jangan takut, aku sudah memegangnya."

Halima melawan naluri ketakutannya. Dari kejauhan, ia mengulurkan tangan, meletakkan tangan kirinya di lututnya dan, dengan tangan kanannya, dengan lembut ia mengelus punggung macan tutul itu. Hewan itu kemudian melengkungkan punggungnya seperti kucing rumahan dan menggeram lembut. Halima melompat mundur, lalu tertawa bersama dengan gadis–gadis lain

"Siapa bocah pemalu ini, Miriam?" Wanita tua itu bertanya kepada pelindungnya, sambil menatap tajam Halima.

"Adi memberinya padaku, Apama. Dia masih agak ketakutan, Namanya Halima."

Wanita tua itu mendekati Halima, mengamatinya dari ujung kepala sampai ujung kaki, memeriksanya seperti pedagang kuda memeriksa setiap bagian kudanya.

"Mungkin dia tidak akan begitu berguna. Kita perlu menggemukkan tubuhnya sehingga dia tidak sekurus ini."

Kemudian wanita tua itu menimpali dengan kemarahan.

"Dan kau mengatakan bahwa hewan dikebiri seperti Moorish memberinya kepadamu? Jadi dia memilikinya? Oh, itu menyedihkan, gila! Bagaimana Sayyidina dapat mempercayakan gadis ini kepadanya?"

"Adi hanya melakukan tugasnya, Apama," jawab Miriam.

"Sekarang mari kita mengurus anak ini."

Miriam menarik Halima dengan satu tangan, sementara tangan yang lain masih memegang si macan tutul. Dia menarik keduanya menaiki tangga bangunan itu. Gadis-gadis lainnya mengikuti.

Mereka memasuki koridor dengan langit-langit yang tinggi di seluruh bangunan. Dinding marmer yang di poles memberikan efek pantulan gambar seperti cermin. Karpet terbaik yang terbentang seakan menyerap jejak mereka, setelah mereka melewatinya. Miriam melepas macan tutul di salah satu pintu keluar kastel. Hewan ini melompat pergi seperti anjing dengan kakinya yang panjang sambil memutar kepalanya dengan menawan ke arah Halima, yang sekarang akhirnya semakin santai, dengan penuh rasa ingin tahu.

Mereka kemudian berjalan ke arah koridor dan memasuki sebuah ruangan bulat dengan langit-langit berkubah tinggi. Halima takjub. Bahkan dalam mimpinya dia belum pernah melihat sesuatu seperti ini, begitu banyak keindahan. Cahaya masuk melalui langit-langit kaca yang terbuat dari elemen-elemen yang berbeda, masing-masing dapat dibedakan sesuai dengan warna pelangi. Cahaya violet, biru, hijau, kuning, merah, dan hijau pucat disaring ke dalam kolam melingkar dimana air bergelombang lembut dan bergoncang dari beberapa sumber yang tak terlihat. Banyak warna terlihat pada permukaannya.

Air tumpah ke lantai dan mengali sampai mereka berhenti di dekat dinding, di sebuah dipan yang terdapat bantal bordir yang indah.

Halima berdiri di pintu dengan mata dan mulut terbuka lebar. Miriam menatapnya dan tersenyum lembut. Dia membungkuk di atas kolam renang dan meletakkan tangannya di dalam air.

"Sangat menyenangkan dan hangat," kata Miriam, setelah para gadis mempersiapkan segala sesuatu untuk mandi. Lalu, ia mulai menanggalkan pakaian Halima.

Halima merasa sangat malu berada di hadapan gadis-gadis itu. Dia bersembunyi di balik tubuh Miriam dan mengarahkan pandangan ke bawah. Para gadis melihatnya dengan penuh rasa ingin tahu, dan terdengar diam-diam cekikikan.

"Pergi! Kalian menjijikkan!" kata Miriam, sambil berlari mengejar gadis–gadis itu. Gadis-gadis itu mematuhinya dan kemudian pergi.

Miriam merapikan rambut Halima, menguncirnya di bagian atas kepalanya supaya rambutnya tidak basah, kemudian memasukkannya ke kolam renang. Dia menggosok dan memandikannya kuat-kuat. Lalu, ia menariknya keluar dari air dan mengeringkannya dengan handuk lembut. Dia memberinya kemeja dari sutra dan menyuruhnya untuk mengenakan celana besar yang dibawa oleh gadis-gadis itu. Dia menyerahkan halter yang ternyata terlalu besar, dan kemudian menaikan jaket berwarna cerah yang panjangnya sampai ke lututnya.

"Untuk hari ini, kau akan mengenakan pakaian ini," katanya. "Tapi segera kita akan membuat baju baru seukuranmu, sehingga kau akan senang mengenakannya, kita lihat saja nanti."

Dia mendudukkan Halima di tempat tidur dan menumpuk banyak bantal.

#To-be–continue

Previous | Next

–-**Credit**--

Ditulis pada : Jumat, 24 November 2023

Halaman 13 — 15

--

--

Projek Alamut
Projek Alamut

No responses yet