Alamut Stories - Part 10
Halima mendengar namanya dipanggil. Dia bangkit dan pergi ke arah suara itu. Ahriman mengikuti di belakangnya. Si kijang tidak ketinggalan menemaninya. Sesekali ia menyeruduk Ahriman seperti bayi kambing. Ahriman tidak banyak membalas perhatian itu, selain hanya sesekali menggigit telinga si kijang.
Teman-teman Halima sedang menunggunya dan mengingatkannya bawa saat ini sudah waktunya untuk pelajaran tari. Mereka kemudian mengikat rambut Halima ke atas kepalanya dan membawanya ke ruang kaca.
Guru tari mereka adalah seorang Kasim bernama Asad, seorang pemuda bertinggi rata-rata dengan pipi halus dan lentur, serta anggota badan yang terlihat feminim. Dia adalah seorang Afrika berkulit gelap, namun tidak sehitam Adi. Halima pikir dia memiliki tampilan yang lucu dan konyol pada saat bersamaan. Ketika ia datang, ia melepas jubah panjang dan berdiri di hadapan mereka dengan celana pendek kuning. Dia membungkuk sedikit dengan senyum ramah dan puas mengusap tangannya. Dia memanggil Fatima untuk bermain kecapi. Ketika suara kecapi mulai terdengar, ia pun mulai meliuk-liuk dan memamerkan kebolehannya.
Tarian yang ia kuasai mengandalkan tari perut yang ekspresif serta pengendalian sepenuhnya pada otot-ototnya. Lambaian tangan dan kakinya yang sedikit lebih cepat dari irama iringan berirama yang sesuai dengan gerakan perutnya. Pertama ia akan menunjukkan caranya, lalu para gadis akan mencoba melakukannya juga. Ia memerintahkan mereka untuk melepas helter mereka. Halima merasa malu, tapi ketika dia melihat betapa gadis yang lain melakukan melakukan apa yang diperintahkan dengan nyaman, dia pun mengikuti mereka. Asad kemudian menunjuk Zulaika untuk memimpin penari. Zulaika pun kemudian di tempatkan di depan gadis-gadis yang lain. Kemudian ia mengirim Fatima untuk menempati tempat Zulaika. Asad kemudian mengambil sebuah seruling tipis dan panjang miliknya dan mulai bermain.
Saat itu, Halima mulai memperhatikan Zulaika. Dia pastilah sosok yang paling indah di antara yang lain. Dia yang terdepan dalam menari, selain itu ia adalah asisten Asad di kelas. Apapun yang Asad inginkan Zulaika untuk tampilkan selalu ia lakukan dengan sempurna, sedangkan gadis yang lain kan meniru gerakan Zulaika. Dengan masih memegang seruling di tangan, ia melihat satu per satu peserta didiknya untuk menilai kelincahan dan pergerakan otot mereka. Ia kemudian akan mengoreksi sekaligus menunjukkan bagaimana gerakan yang seharusnya mereka lakukan.
Setela pelajaran, Halima lelah dan lapar. Mereka keluar menuju kebun, tetapi mereka tidak bisa pergi jauh-jauh karena mereka memiliki pelajaran lain – membuat sajak. Halima mengadu kepada Sara bahwa dia lapar. Sara menunjukkan dimana ia harus menunggu, lalu ia menyelinap ke dalam gedung dan kembali dalam waktu singkat. Dia menaruh pisang yang sudah dikupas di tangan Halima.
"Kami tidak diizinkan untuk makan diantara waktu makan. Miriam sangat ketat tentang hal itu, karena dia takut kami akan menjadi gemuk. Dia benar-benar akan menghukumku jika dia mengetahui aku memberitahumu banyak hal."
Halima belum pernah mendengar ada orang tidak diperbolehkan makan hanya karena takut mereka menjadi gemuk. Justru sebaliknya. Semakin berisi seorang wanita atau perempuan, maka dia akan semakin dipuja, jadi dia tidak setuju dengan apa yang Sara ucapkan. Dan bukankah faktanya adalah bahwa makanan di tempat aneh ini semuanya adalah makanan yang lezat?
Sudah waktunya anak-anak untuk kembali ke kelas, di mana Adi hendak menjadi guru puisi mereka. Ini adalah pelajaran yang menurut Halima sangat menyenangkan, dan dia pun langsung bersemangat mengikutinya. Hari ini Adi akan membahas sistem sajak pendek dari Ghazel, dan gadis-gadis itu diharuskan menggunakan semua keahlian mereka untuk berpartisipasi. Miriam membacakan bait pertama sajak yang kemudian dilanjutkan secara bebas oleh gadis-gadis, yang saling berlomba untuk menambahkan bait demi bait. Setelah sekitar sepuluh baris, mereka semua kehabisan akal dengan menyisakan Fatima dan Zainab yang terus mencoba meneruskan sampai akhirnya mereka kehabisan ide juga. Adi meninggalkan Halima dari putaran pertama dan kedua sehingga memberinya waktu untuk mendapatkan ide. Dia jelas memiliki waktu yang cukup untuk bersiap-siap karena mereka akan lanjut ke babak ketiga. Halima agak takut, tetapi sekaligus tersanjung bahwa ia sudah punya banyak keyakinan dalam dirinya. Selain itu sebagian dari dirinya juga ingin melihat bagaimana ia dinilai dibandingkan dengan teman-temannya.
Miriam membacakan bait pertama. "Seperti burung yang terbang dengan sayapnya, aku terbang…"
Adi menunggu sejenak, kemudian mulai memanggil mereka secara berurutan.
#To-be-continue
–**Credit**--
Ditulis pada : Rabu, 13 Desember 2023
Halaman : 32 - 34