Alamut Story - Part 13
Pada awalnya Halima mengabaikannya. Tapi akhirnya ciuman itu mulai mengganggu sehingga ia harus mendorong tubuh Sara.
"Aku ingin tahu apa yang Sayyidina rencanakan pada kami," katanya. Sara menahan napas dan mengatur rambutnya.
"Aku pun sama," jawabnya. "Tapi tidak pernah ada yang mau membicarakan tentang hal itu, dan kami dilarang untuk menanyakannya."
"Apakah menurutmu ada kemungkinan untuk melarikan diri dari sini?"
"Apakah kau sudah gila, menanyakan hal-hal seperti itu padahal kau baru saja datang kemari? Apa jadinya jika Apama mendengarmu! Apakah kau tidak melihat benteng di bagian atas tebing? Satu-satunya jalan keluar adalah melalui itu. Lakukanlah sendiri, jika kau berani."
"Siapa sebenarnya pemilik kastil itu?"
"Milik siapa?! Semua yang kau lihat disini, termasuk kita, adalah milik Sayyidina."
"Apakah Sayyidina tinggal di kastil itu?"
"Aku tidak tahu. Mungkin."
"Dan kukira kau pasti juga tidak tahu nama negara yang kita tinggali ini?"
"Aku tidak tahu. Kau terlalu banyak bertanya. Aku bahkan ragu apakah Apama dan Adi tahu jawaban pertanyaanmu. Tapi, Miriam mungkin tahu."
"Mengapa hanya Miriam?"
"Seperti yang sudah kukatakan. Mereka dekat."
"Apa maksudmu, mereka dekat?"
"Karena mereka seperti suami-istri."
"Siapa yang mengatakannya padamu?"
"Sttt… Kami, para gadis, hanya menebaknya."
"Aku tak mengerti."
"Tentu saja tidak, karena kau belum pernah berada di harem."
"Ya. Aku sudah pernah. Kenangan yang indah. Jika saja kau tahu. Tuanku adalah Syekh Moawiya. Pada awalnya aku adalah budaknya. Dia membeliku ketika aku berusia dua belas tahun. Lalu aku menjadi salah satu yang disukainya, kekasihnya. Dia biasa duduk di pinggir tempat tidurku dan menatapku, seperti aku duduk di sini sekarang. Dia memanggilku kucing hitam. Dia jatuh cinta kepadaku. Kalau saja aku bisa memberitahumu bagaimana rasanya. Dia adalah seorang pria yang luar biasa. Perhatiannya padaku membuat istri-istrinya cemburu padaku. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia sangat mencintaiku. Iri hati dan kemarahan mereka malah membuat mereka menua dan membuat wajah mereka memburuk dari hari ke hari. Suatu saat, dia akan membawaku pada salah satu perjalanannya. Dalam perjalanan, kami diserang oleh suku musuh. Sebelum penjaga kami bisa mengatur pertahanan, penjahat-penjahat itu menangkapku dan membawaku pergi. Mereka menjualku di sebuah pasar di Basra ke pembeli yang menyerahkan kami pada Tuan kami. Perasaanku sangat menderita."
Dia mulai menangis. Derai air mata membasahi pipi dan dada Halima.
"Jangan sedih, Sara. Bersyukurlah akan keberadaanmu di tempat ini bersama kami."
"Jika aku tahu bahwa kau menyukaiku bahkan bila hanya sedikit saja, aku pasti akan merasa lebih baik. Tuanku Moawiya begitu tampan dan sangat mencintaiku."
"Aku menyukaimu, Sara," kata Halima, membiarkan dirinya dicium. Lalu ia mulai kembali pada pertanyaan. "Apakah Miriam di harem juga?"
#To-be-continue
–**Credit**--
Ditulis pada: Sabtu, 16 Desember 2023
Halaman: 39 - 40