Alamut Stories - Part 1

Projek Alamut
2 min readNov 22, 2023

--

Pertengahan musim semi 1092. Sebuah karavan melaju di sepanjang jalur militer yang mengarah dari Samarkand dan Bukhara melalui Khorasan Utara, dan kemudian melalui tikungan kaki Pegunungan Elburz. Kendaraan tersebut telah berjalan meninggalkan Bukhara selama beberapa minggu, bersamaan dengan mencairnya salju. Kusir karavan mengacungkan cambuknya, berteriak dengan suara serak pada ewan penarik karavan yang sudah di ambang kelelahan. Satu demi satu hewan terlibat dalam prosesi yang panjang mulai dari unta Arab, bagal, dan unta berpunuk dua dari Turkestan, yang dengan patuh menarik barang yang mereka bawa.

Seorang pengawal bersenjata pendek yang mengendarai kuda Shaggy, memandang hal yang sama pada kebosanan dan penantian di sepanjang rantai pegunungan yang telah mulai muncul di cakrawala. Mereka lelah dengan perjalanan lambat dan sudah tidak sabar untuk tiba di tempat tujuan. Mereka semakin mendekat dan semakin dekat dengan puncak Gunung Demavend yang diselimuti salju, sampai terhenti di kaki gunung yang menghilangkan jejak mereka. Udara pegunungan yang segar mulai bertiup, menghidupkan kembali orang-orang dan ternak. Tapi malam itu sedingin es. Kedua pengawal dan kusir memilih untuk berdiri di sekitar api unggun, menggerutu dan menggosok tangan mereka.

Di antara dua punuk salah satu unta tampak sebuah tempat penyimpanan kecil menyerupai sangkar. Sesekali, sebentuk tangan mungil menarik tirai jendelanya, memperlihatkan wajah seorang gadis kecil yang ketakutan melihat keluar. Mata besarnya merah karena menangis ketika melihat orang asing di sekitarnya, seolah-olah mencari jawaban atas pertanyaan sulit yang telah menyiksanya di sepanjang perjalanan: kemana orang-orang ini akan membawanya, dan apa yang mereka rencanakan dengan dirinya? Tapi tidak ada yang memperhatikan selain dari pemimpin karavan, seorang pria tegas berusia sekitar lima puluhan dalam juba Arab yang longgar dan sorban putih mengesankan, yang akan berkedip untuk mengisyaratkan kegusarannya ketika ia melihat dirinya mengintip melalui celah itu. Saat itulah ia dengan cepat akan menarik penutup tirai dan mundur masuk kedalam kandangnya. Sejak dibeli dari tuannya di Bukhara, ia telah hidup dalam kombinasi ketakutan fana dan rasa penasaran tentang nasib yang menantinya.

Suatu hari, saat mereka mendekati akhir perjalanan mereka, sekelompok pasukan berkuda berderap menuruni lereng bukit di sebelah kanan mereka dan menghalangi jalan mereka. Hewan-hewan penarik karavan berhenti mendadak. Pemimpin rombongan dan pengawal segera mencabut pedang melengkung mereka yang berat kemudian mengambil posisi untuk menyerang. Seorang pria di atas kuda coklat pendek yang terpisah dengan rombongan penyerang datang mendekati karavan dengan suaranya yang lantang. Dia meneriakkan aba-aba yang disambut oleh pemimpin khalifah. Dua orang pria terlihat berlari mendekat satu sama lain dan saling bertukar sapa dengan sopan. Lalu, pasukan baru mengambil alih kepemimpinan. Karavan meninggalkan jalurnya dan menuju semak-semak.

#To-be-Continue

Previous | Next

–**Credit**--

Ditulis pada : Rabu, 22 November 2023

Halaman : 5 - 6

--

--

Projek Alamut
Projek Alamut

No responses yet